Dalamajaran Ahlussunnah wal Jamaah dijelaskan bahwa penerimaan secara holistik/ menyeluruh terhadap rukun Iman adalah syarat utama diterimanya keimanan.. Penerimaan terhadap rukun Iman secara parsial atau sebagian dalam pandangan Ulama Asy'ariyah jelas menyebabkan kekafiran. Pun ketika menerima kitab Allah SWT hanya 3 saja (Taurat, Zabur dan Al-Qur'an) tanpa menerima Injil sebagai Kitab
Pertanyaan السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته Ana mau tanya, apa perbedaan dan persamaan WAHABI dan AHLU SUNNAH WAL JAMAAH? Ana mengikuti kajian ini dicap sebagai aliran wahabi yang sekarang katanya berganti nama jadi ahlu sunnah wajamaah. Ana belum faham karena ana juga masih dalam taraf belajar. Syukron. Dari Yanti Di Bogor Anggota Grup BIAS T05 G-32. Jawaban وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته Julukan Wahabi di zaman ini, di hari ini, akhir-akhir ini sering kali dilontarkan kepada ahlus sunnah wal jama’ah agar kaum muslimin lari menjauh dari dakwah ahlis sunnah. Julukan Wahabi ini aslinya dahulu adalah julukan untuk para pengaikut Abdul Wahab bin Abdurrahman bin Rustum yang terkenal bengis dan kejam. Namun karena ketidak sukaan beberapa orang pada gerakan pemurnian Islam, ia lantas disematkan kepada para pengikut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang menebarkan dakwah ahlis sunnah wal jama’ah/dakwah Islam yang murni. Ahlus sunnah wal jama’ah yang diantara tokohnya adalah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, maknanya orang-orang yang senantiasa berpegang teguh terhadap sunnah dan ajaran Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam. Ketika mereka mengetahui ada larangan atau perintah dari Nabi shalallahu alaihi wa sallam mereka langsung tunduk dan patuh. Jadi Wahabi yang sesungguhnya adalah para pengikut ajaran Abdul Wahhab bin Rustum. Sedangkan ahlus sunnah wal jama’ah adalah para pengikut sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam yang di zaman ini diantara tokohnya adalah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Wallahu a’lam Konsultasi Bimbingan Islam Ustadz Abul Aswad Al Bayati Read Next November 7, 2022 Mengenal Para Salaf September 15, 2022 Bolehkah Memilih Pemimpin Asal-Asalan? September 13, 2022 Pemimpin Zalim Harus Dibuka Aibnya. Benarkah Pernyataan Itu? September 7, 2022 Tidak Tahu Melakukan Perbuatan Pembatal Keislaman, Auto Kafir? June 29, 2022 Pemimpin Berbohong, Zalim Dan Tidak Adil, Wajib Taat? June 13, 2022 Sikap Muslim Terhadap Pemerintah/Pemimpin May 23, 2022 Ini Dia Cara Mengetahui Manhaj Seseorang! May 16, 2022 Siapa Yang Berhak Menghukumi Ahlul Bid’ah? March 18, 2022 Mengaku Bermanhaj Salaf, Tapi Akhlaknya Kok March 4, 2022 Menyikapi Pemimpin yang Suka Ngibul
SaatMasyarakat Iran Hidup Damai Berdampingan dalam Perbedaan Agama dan Mazhab. Meski mazhab Syiah menjadi mazhab resmi, Iran berkomitmen menjamin dan melindungi hak dan kebebasan penganut mazhab lain Islam. 29/07/2022, 09:58 WIB. Close Ads.
Perbedaan Wahabi Dan Ahlussunnah Wal Jamaah. Wahabi merupakan sebutan bagi pengikut ajaran Muhammad bin Abdul Wahab M, seorang tokoh yang diklaim oleh pengikutnya sebagai pemurni tauhid, lahir di kampung Uyainah, Najd, 70 km arah barat laut kota Riyadh, Arab Saudi sekarang. Tapi akhir-akhir ini bermuculan bantahan dari sebagian orang bahwa penisbatan Wahhabiyah Wahabi kepada Muhammad bin Abdul Wahab itu tidak benar. Maka nisbat Wahhabiyah bukan suatu penyematan atau pengistilahan asing apalagi salah, namun sudah masyhur bagi kalangan orang Arab. Achmad Imron R. lebih detil lagi memaparkan bukti-bukti secara panjang lebar sejarah kemunculan sekte Wahabi sebagai tanduk setan dari timur beserta ajaran-ajarannya berdasarkan hadits-hadits sahih dan rujukan buku yang ditulis oleh kaum Wahabi sendiri serta kitab-kitab bantahan atasnya dari ulama ahlussunnah wal Jama’ah. Dalam menjelaskan hadits shahih tentang fitnah tanduk setan yang akan muncul dari timur, Achnad Imron menguraikan berbagai bukti ilmiah, bahwa Wahabi itulah perwujudannya. Penulis pun menguraikan konsep tauhid Wahabi yang menjadi dasar konflik dengan mayoritas kaum muslimin serta bantahannya. MAKNA WAHABI, SALAFI, DAN AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH Wahabi Wahabiyah, Wahabisme dan Salafi Salafiyah, Salafisme menjadi “trending topics” dalam wacana gerakan Islam akhir-akhir ini. Keduanya digambarkan dalam media-media Barat dan sekuler sebagai kelompok “radikal”, militan, garis keras, atau konotasi negatif lainnya. Di sisi lain, hampir semua ormas Islam menyatakan diri bermadzhab atau aliran Ahlus Sunnah wal Jamaah. Nama atau istilah Wahabi tidak lepas dari pemikiran dan perjuangan ulama Arab Saudi, Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab . Demikian catatan singkat tentang Wahabi atau Abdul Wahab berdasarkan sumber-sumber yang kami miliki dan yakini kebenarannya. Ahlus Sunnah wal Jamaah Aswaja, secara harfiah, berarti orang yang mengikuti tuntunan dan kelompok pengikut Nabi Saw. Ahlus Sunnah wal Jamaah itu tidak identik dengan kelompok atau madzhab tertentu, tetapi siapa saja yang memenuhi kualifikasi di atas. PERBEDAAN FAHAM AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH DENGAN SYIAH DAN WAHABI Untuk memahami apa sebenarnya yang menjadi pokok persoalan antara ahlusunnah wal jam`ah dgn wahabi,berikut ini penulis mencoba menjelaskan sebagian dari permasalahan itu. Rujukannya Al hafiz Murtadha jika disebut Ahlus sunnah wal- jamaah yang dimaksudkannya ialah Asyairah dan Maturidiah kitab Ithaf sadatil Muttaqin. Rujukannya lihat asli Kitab mereka Aqidah Ahlul Iman Fi Khalq Adam Ala Suratir Rahman,Karangan Mahmud Al Tuwaijiri,m/s 76Arab saudi. dalilnya Ibnu Omar sahabat Nabi pernah suatu ketika dia menggenggamkan janggutnya dan memotong janggut yang melebihi genggamannya Abu Daud. Pendapat Wahabi Muhammad bin Abd al-Wahhab berkata Aku membawa kepada kamu semua agama yang baru dan manusia selain pengikutku adalah kafir musyrik.”. Beda Wahabi Salafi, Hizbut Tahrir, Jamaah Tabligh dan Syiah س 6 – يقول السائل فضيلة الشيخ، يسمي بعض الناس عندنا العلماء في المملكة العربية السعودية بالوهابية فهل ترضون بهذه التسمية؟ وما هو الرد على من يسميكم بهذا الاسم؟. Menyebut gerakan Muhammad bin Abdul Wahhab dengan memakai Muhammadi diambil dari nama awal, seperti klaim mereka justru tidak tepat. Ash-Shawi dalam Hasyiyah ala Tafsir al-Jalalain 3/307 menyatakan bahwa Wahabi adalah sama dengan kaum Khawarij yang suka menghalalkan darah saudaranya sesama muslim. Sedangkan Ibnu Abidin Al-Hanafi dalam kitab Hasyiyah Radd al-Muhtar 4/262 menyatakan bahwa pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab adalah kaum Khawarij modern. Setidaknya ada 5 kesalahan Wahabi Salafi yang membuat aliran ini intoleran dan ekstrim pada golongan lain dalam Islam maupun terhadap non-muslim. Kekurangan dari HT yang sangat fundamental adalah bahwa persatuan umat itu harus menundukkan diri di bawah payung politik tunggal dengan sistem Syariah Islam dan dipimpin oleh seorang Khalifah. Artinya, seluruh umat Islam dunia harus berada di bawah satu kepala negara yang disebut Khalifah sebagaimana pada zaman Khulafaur Rasyidun. Pada akhirnya, gerakan ini hanya menjadi bagian dari dinamika keanekaragaman umat Islam dan relatif tidak begitu berkembang khususnya dalam konteks Indonesia. Salah satu sebabnya adalah karena arahnya yang tidak jelas dan ketidakmauan kelompok ini untuk aktif dalam politik praktis sampai sistem khilafah ditegakkan. Ahlussunnah Waljama'ah dan Keindonesiaan Dalam menghadapi kedua faham yang sama-sama ekstrim tersebut, Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari H dan Imam Abu Manshur al-Maturidi W. 333 H merasa berkewajiban untuk meluruskan kedua kelompok tersebut sehingga sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada para sahabatnya. Karena faktor dari kedua tokoh tersebut, Aswaja juga dikenal dengan istilah al-Asy’ariyyun dan al-Maturidiyyun. Berkait dengan hal tersebut perlu diketahui bahwa mayoritas umat Islam di negeri kita, terlebih lagi kaum Nahdliyyin NU, dan wilayah-wilayah Asia Tenggara lainnya, adalah Asy’ariyyun. Dan perlu untuk diketahui bahwa mayoritas umat Islam di dunia ini adalah berfaham Aswaja kaum Sunni. Di antara nilai-nilai penting yang diajarkan adalah sikap at-tawassuth, al-i’tidal, at-tawazun, at-tasamuh dan amar ma’ruf nahi mungkar. Program ini perlu dilakukan secara luas agar bisa menjangkau lapisan rakyat yang paling bawah. Dengan penanaman nilai-nilai moral yang luhur diharapkan masyarakat akan lebih bisa menghormati lingkungan dan menjaga kelestariannya. Jelaskan perbedaan Aswaja, Syiah, dan Wahabi!​ Jawaban. - Ahlussunah Wal Jama'ah Aswaja adalah kelompok Islam yang mengikuti aturan berdasarkan Alquran dan Sunnah maupun hadits. - Syiah adalah kelompok yang hanya mengakui Ali bin Abi Thalib sebagai pemimpin Islam setelah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam wafat. - Wahabi adalah kelompok yang berasal dari timur tengah yang dahulunya ingin mengembalikan Islam seperti zaman Rasulullah dulu, namun mereka sekarang jika tidak ada dalilnya maka dianggap bid'ah, mereka juga mengatakan kalau orangtua Rasulullah masuk neraka, dan menganggap hadits dhoif sebagai hadits maudhu/palsu. Itu pandangan saya.

InilahMata Rantai Aqidah Salaf dan Ahlussunnah wal Jamaah. Imam Al-Ghazali memberikan panduan bagi orang awam agar tetap berpegang pada mazhab salaf dalam beriman. Menurutnya, mazhab salaf adalah mazhab yang benar dalam memahami ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits-hadits yang berkaitan dengan keimanan. اعلم أن الحق الصريح الذي

Dalam kitab Muzilul Ilbas dikemukakan penjelasan Syaikh Muhammad Id Al Abbasi tentang Ahlussunnah dan Salafiy. Segala puji bagi Alloh. Shalawat dan salam untuk Rasul yang tidak ada Nabi sesudahnya. Begitu juga terhadap keluarganya, sahabatnya, dan tentaranya. Salafiyah adalah penisbatan kepada Shalafus Shalih. Mereka adalah orang-orang yang berada pada tiga abad pertama yang utama dan dikenal kebaikannya. Tidak ada keraguan bahwa mereka adalah kelompok yang mendapat pertolongan dan kemenangan, seperti dikabarkan Rasulullah shallallahu alaihi wasalam. Ahlussunnah wal Jamaah pada hakikatnya adalah kaum Salaf. Istilah Ahlussunnah wal Jamaah muncul pada saat pelaku bid’ah dan beragam firqah dari kalangan Mu’tazilah, Rafidhah, Khawarij, dan firqah-firqah lainnya yang tersebar. Para ulama kemudian memandang cukup menggunakan istilah Ahlussunnah wal Jamaah. Sayangnya orang-orang berikutnya yang telah keluar dari Manhaj Salaf menggunakannya sebagai tanda bagi diri mereka. Kelompok Asy’ariyah mengaku Ahlussunnah wal Jamaah. Demikian pula Al Maturidiyah, kalangan Tasawuf, dan bahkan pelaku bid’ah. Akhirnya nama ini tidak lagi memadai untuk membedakan antara pengikut kebenaran seperti telah ditunjukkan kalangan salafusshalih. Karenanya, banyak ulama dan peneliti yang memandang perlu menggunakan nama baru untuk menjelaskan pengertian Ahlussunnah wal Jamaah yang sebenarnya. Sebab, sebagian orang yang tidak termasuk dari kalangan Ahlussunnah wal Jamaah juga menggunakan nama ini. Maka jadilah Ahlussunnah wal Jamaah khusus untuk orang-orang yang mengikuti kaum Salaf. Demikianlah kondisi penamaan Ahlussunnah wal Jamaah jika dibandingkan penamaan Islam pada zaman Rasul shallallahu alaihi wasalam. Nama ini sebelumnya tidak pernah ada. Seseorang cukup dikatakan Muslim untuk membedakan pengikut kebenaran yang mengikuti Rasulullah shallallahu alaihi wasalam dengan benar dan jujur. Lalu mengapa para ulama mengambil istilah Ahlussunnah wal Jamaah dan tidak mencukupkan dengan istilah Islam? Sebagian pihak barangkali berkata, “Cukuplah penamaan Islam.” Kita jawab, “Apakah Anda mengakui langkah para ulama seperti Imam Ahmad dan yang lainnya dengan mengambil nama Ahlussunnah wal Jamaah sebagai nama bagi kalangan Muslim yang sebenarnya?” Mereka tentu akan berkata, “Betul.” Kita katakan, “Inilah alasannya. Ini adalah desakan baru sehingga dipergunakan nama Ahlussunnah wal Jamaah untuk membedakan Muslim yang sebenarnya. Hal ini pulalah yang membuat banyak ulama peneliti mengambil nama baru untuk membedakan Ahlussunnah wal Jamaah yang sebenarnya. Nama ini sesungguhnya mensyaratkan pemahaman Salaf terhadap Al Qur’an dan Assunnah. Sebagai bentuk penamaan yang membedakan secara sempurna – seperti Ahlussunnah wal Jamaah yang membedakan antara pengikut kebenaran dari kalangan umat Islam dengan yang lainnya sebagaimana halnya tidak ada perbedaan antara Ahlussunnah wal Jamaah dan kata Muslim’ – dapat disimpulkan bahwa Ahlussunnah wal Jamaah adalah kaum Muslimin yang sesungguhnya. Karena itu, tidak ada perbedaan antara Ahlussunnah wal Jamaah dan Salafiy, untuk membedakan mana Muslim yang hakiki dan mana yang tidak. Selain itu, terdapat larangan menggunakan kata Islam hanya untuk Ahlussunnah wal Jamaah dan Salafi saja. Sebab, pengertiannya yaitu orang-orang selain mereka adalah non-Muslim. Ini tidak benar. Kita tidak boleh mengkafirkan para pengikut firqah sekte-sekte secara umum seperti kaum Khawarij. Bahkan Imam Ali Radhiallahu anhu tidak mengkafirkan mereka. Ketika beliau ditanya, “Apakah mereka orang kafir?” Beliau menjawab, “Tidak. Mereka melarikan diri dari kekafiran. Mereka tetap saudara kita, tapi memberontak kepada kita.” Mereka tetap terjalin dalam ikatan Islam meskipun sangat lemah. Mereka tetap berada dalam kelompok umat Islam secara umum, tetapi mereka menyimpang dan sesat. Untuk membedakan mana Muslim yang hakiki, tidak sesat, dan tidak menyimpang – di antara orang-orang dari kalangan Rafidhah Syiah, Mu’tazilah, Jahmiyah, Jabariyah dan lainnya – maka dipergunakanlah nama ini. Karena itu, diriwayatkan dari Imam Ahmad bahwa suatu ketika beliau berada dalam sebuah majelis. Salah seorang yang hadir berkata, “Segala puji bagi Alloh yang menunjukkan kita kepada Islam.” Imam Ahmad lalu menambahkan, “Katakanlah, dan kepada Assunnah.” Maksud beliau, betul kita memuji Alloh bahwa kita termasuk dalam golongan umat Islam, tetapi ketika Islam ini dalam prakteknya mengambil banyak bentuk dalam berbagai firqah, maka katakanlah, “Dan kepada Assunnah.” Karena kenikmatan yang berhak atas banyak pujian, yaitu bahwa Alloh telah memberi petunjuk jalan selamat kepada seseorang dalam hal yang disengketakan banyak orang. Karena seorang Muslim tidak akan selamat hanya dengan memeluk Islam, sehingga ia termasuk golongan yang selamat Al Firqah An Najiyah. Sebab, dalam umat Islam terdapat 73 golongan. Jika ia termasuk salah satu dari 73 golongan tersebut, dan ia beramal dengan amalan yang besar dan banyak laksana gunung, maka hal itu tidak berguna untuknya, bahkan ia akan disiksa di Neraka. Seperti diketahui, semuanya berada dalam Neraka kecuali satu, maka nikmat yang sempurnya adalah jika ia memeluk Islam dan ke-Islamannya itu berada di jalan kelompok yang selamat. Ini merupakan realitas sejarah yang beragam dan mendorong banyak ulama untuk membedakan pengikut kebenaran dalam sejarah fase pertama, lalu fase kedua. Sebab, kalangan Asy’ariyah, Maturidiyah, Sufiyah dan ahli bid’ah lainnya juga mengambil nama Ahlussunnah wal Jamaah. Tidak satu pun dari mereka berkata, “Saya mengikat pemahaman saya sesuai dengan Al Qur’an dan Assunnah sesuai dengan pemahaman Salafusshalih.” Dengan demikian mereka telah menyingkap dan membedakan antara berbagai kelompok ini dengan adanya istilah “kelompok yang selamat” Al Firqah An Najiyah. Mereka mengambil pemahaman Salaf untuk membedakan pemahaman yang benar terhadap Islam, Al Qur’an dan Assunnah. Hal ini ditunjukkan oleh ayat-ayat Al Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah shallallahualaihi wasallam. Inilah yang dianjurkan dan dinasihatkan untuk diikuti. Al Qur’an dan Assunnah menyuruh untuk mengikuti petunjuk kaum Salafusshalih, mengikuti pemahaman, dan konsisten mengikuti jalan mereka.
SaatMasyarakat Iran Hidup Damai Berdampingan dalam Perbedaan Agama dan Mazhab Sebagian besar penduduk Iran adalah muslim. sebanyak 8 hingga 10 persen masyarakat negara itu bermazhab ahlussunnah wal jamaah, terdiri dari sekte Hanafi, Hanbali, Syafi'I, dan Maliki. para penganut mazhab ahlussunnah wal jamaah juga dapat ditemui di wilayah
Apa Perbedaaan Sunni dan Salafy? Para pembaca yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan Apa Perbedaan Sunni dan Salafy? Selamat membaca. Pertanyaan Bismillāh. Assalāmu’alaikum ustadz. Semoga Allāh selalu merahmati ustadz dan seluruh umat muslim. Ustadz apa perbedaan Sunni dan Salafy? Jazākallāhu khairan Ditanyakan oleh Santri Mahad BIAS Jawaban Waalaikum salam warahmatullah wabarokatuh Aamiin, terimakasih atas doanya dan semoga juga Allah senantiasa memberikan kebahagian kepada kita semua. Tidak ada perbedaan antara sunni dengan salafy bila dilihat dari asal kata dua kalimat tersebut dan dari prinsip dasar beragama dari apa yang diajarkan oleh masing-masing. Perhatikanlah beberapa hadits berikut yang menyebutkan tentang golongan yang selamat, ahlussunnah wal jamaah dan penafsiran makna yang telah dijelaskan di dalamnya. Semua menunjukkan, bahwa kata sunni ahlussunnah wal jamaah menunjukkan kepada kuatnya berpegang teguhnya mereka terhadap ajaran Rasulullah ﷺ, tanpa harus melenceng dari apa yang telah diajarkan, sehingga mereka disebut dan diberikan label ahlun pengikut atau pemilik. Karenanya Rasulullah ﷺ menafsirkan golongan yang selamat dengan penafsiran ,” كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلَّا مِلَّةً وَاحِدَةً ، قَالُوا وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي “Semuanya masuk ke dalam neraka. kecuali satu golongan.” Para sahabat bertanya, “Siapakah mereka, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Mereka adalah golongan yang berjalan di atas jalan ditempuh oleh aku dan para sahabatku.”Perbedaan antara Sunni dan Salafy Jelas pemahaman dari kalimat ahlussunnah adalah para pengikut sunnah Rasulullah maksudnya adalah golongan yang berjalan di atas petunjuk Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya. Dan bila melihat dari kata salaf yang artinya terdahulu, adalah jalan yang mencoba mengikuti apa yang telah dijalankan dan diajarkan oleh orang terdahulu yang jauh lebih paham, lebih selamat yaitu jalannya ahlussunnah Rasulullah, para sahabat dan orang orang yang mengikutinya. Kalau kita memperhatikan dalil-dalil syar’i, istilah “al-jama’ah” itu kembali kepada dua makna Al-jama’ah dalam makna “bersatu karena berpegang teguh dengan kebenaran”. Inilah makna al-jama’ah dalam istilah “ahlus sunnah wal jama’ah”. Yang dimaksud dengan “kebenaran” itu adalah mengikuti Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan juga mengikuti kesepakatan ijma’ para sahabat radhiyallahu anhum. Inilah makna al-jama’ah yang diisyaratkan dalam hadits di atas, yaitu bersatu dalam kebenaran. Artinya, al-jama’ah adalah sifat orang-orang yang berpegang teguh dengan kebenaran, yaitu ijma’ salaf. Dengan kata lain, al-jama’ah itu tidak identik dengan kelompok, organisasi, yayasan, atau partai tertentu. Karena al-jama’ah itu adalah sifat, siapa saja yang bersifat dengan al-jama’ah, maka dia adalah al-jama’ah. Dari situ, maka kita mengatakan tidak ada perbedaan antara salaf, ahlussunnah atau bahkan islam itu sendiri…bila kebenaran islam dicoba untuk dicari bukan ego untuk mengedepankan tradisi yang tidak pernah diajarkan oleh agama ini. Hanya saja kemudian telah dibelokkan kepada sifat dan pemahaman tertentu yang tidak menentu sesuai dengan kemauan dan kebiasaannya masing masing yang ketika dikaitkan dengan kelompok dan individu tertentu. Karenanya, siapa yang benar dalam pengakuannya mengikuti ushul/prinsip pokok dari apa yang diajarkan maka tidak ada perbedaan dengan itu semua. Maka tinggal bukti yang menyatakan, siapakah mereka yang mengaku sebenar-benarnya sunni atau ahlussunnah wal jamaah? Apakah mereka yang banyak melenceng dari apa yang telah diajarkan oleh Nabi dan sahabatnya apakah yang benar benar mencoba ingin mennegakkan ajaran yang sesuai dengan risalah nabinya? Semua butuh bukti dengan apa yang dilakukan bukan dengan apa yang disuarakan hanya dengan lisan. Hendaknya masing masing mencoba mengaca untuk terus mewujudkan apa yang telah di wasiatkan oleh nabi kita yang sama, nabi Muhammad sallahu alaihi wasallam. Berikut beberapa dasar yang perlu diperhatikan untuk mencoba menyadarkan dan menyatukan apa yang masing masing diprasangkakan dan diaku-akukan. Semoga Allah berikan hidayah kepada kita semua untuk selalu bersatu dalam kebenaran mengikuti jalan yang benar, jalan yang telah diwasiatkan oleh Rasulullah sallahu alaihi wasallam yaitu jalan salaf, jalan ahlussunnah wal jamaah. Dalam riwayat At-Tirmidzi, dari Abdullah bin Amr radhiyallahu anhu, beliau berkata, قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيَأْتِيَنَّ عَلَى أُمَّتِي مَا أَتَى عَلَى بني إسرائيل حَذْوَ النَّعْلِ بِالنَّعْلِ، حَتَّى إِنْ كَانَ مِنْهُمْ مَنْ أَتَى أُمَّهُ عَلَانِيَةً لَكَانَ فِي أُمَّتِي مَنْ يَصْنَعُ ذَلِكَ، وَإِنَّ بني إسرائيل تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً، وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً، كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلَّا مِلَّةً وَاحِدَةً ، قَالُوا وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي “Pasti akan datang kepada umatku, sesuatu yang telah datang pada bani Israil seperti sejajarnya sandal dengan sandal. Sehingga apabila di antara mereka bani Israil ada orang yang menggauli ibu kandungnya sendiri secara terang-terangan, maka pasti di antara umatku ada yang melakukan demikian. Sesungguhnya bani Israil terpecah menjadi tujuh puluh dua golongan dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Semuanya masuk ke dalam neraka. kecuali satu golongan.” Para sahabat bertanya, “Siapakah mereka, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Mereka adalah golongan yang berjalan di atas jalan ditempuh oleh aku dan para sahabatku.” HR. Tirmidzi no. 2641, dinilai hasan oleh Al-Albani Hal ini sebagaimana kata sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, إنما الجماعة ما وافق الحق وإن كنت وحدك “Al-jama’ah itu hanyalah yang mencocoki kebenaran, meskipun Engkau seorang diri.” Al-hawaadits wal bida’, karya Abu Syaamah, hal. 22 Allah Ta’ala berfirman, وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ “Dan bahwa yang kami perintahkan ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia. Dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain, karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” QS. Al-An’am [6] 153 Wallahu a`lam . Dijawab dengan ringkas oleh Ustadz Mu’tashim, Lc. MA. حفظه الله Selasa, 13 Shafar 1443 H/ 21 September 2021 M Ustadz Mu’tashim Lc., Dewan konsultasi Bimbingan Islam BIAS, alumus Universitas Islam Madinah kuliah Syariah dan MEDIU Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Mu’tashim Lc., حفظه الله klik disini

Berbicaratentang "As-Sunnah" secara bahasa dan istilah sangatlah penting. Di samping untuk mengetahui hakikatnya, juga untuk mengeluarkan mereka-mereka yang mengaku sebagai Ahlus Sunnah, padahal bukan. Mendefinisikan "As-Sunnah" ditinjau dari beberapa sisi, yaitu menurut bahasa, syariat dan generasi pertama, ahli hadits, ulama ushul

AS-SALAFIYAH, FIRQATUN NAJIYAH GOLONGAN YANG SELAMAT DAN THAIFATUL MANSHURAH KELOMPOK YANG MENANGOleh Syaikh Abu Usamah Salim bin Ied Al-Hilaaly4. Ahlus Sunnah wal Jama’ah Pembicaraan tentang hal ini ditinjau dari beberapa sisi Kedua Ahlus Sunnah wal Jama’ah Adalah Al-Firqatun Najiyah Dan Ath-Thaifah Al-Manshurah Serta Ahlil Hadits. Berkata Syaikhhul Islam dalam Majmu’ Fatawa 3/129 Amma ba’du, inilah aqidah Al-Firqatun Najiyah Al-Manshurah sampai tegaknya hari kiamat Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dan berkata dalam tempat yang lain 3/159 Dan jalan mereka adalah agama Islam yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengutus dengannya Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, akan tetapi ketika Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mengkahabarkan bahwa Umatnya akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, semuanya di nereka kecuali satu yaitu Al-Jama’ah dan dalam hadits yang lain beliau bersabda mereka adalah yang berada seperti yang aku dan para sahabatku ada sekarang, maka jadilah orang-orang yang berpegang teguh kepada Islam yang murni dan bersih dari campuran adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah ada pada mereka orang-orang Shiddiq, syuhada dan orang-orang shalih dan dari mereka-mereka ini terdapat para tokoh-tokoh Ulama dan pelita umat yang memiliki kebesaran dan keutamaan yang terkenal serta ada pada mereka Al-Abdaal yaitu para imam yang telah disepakati kaum muslimin dalam petunjuk dan ilmu mereka. Merekalah Ath-Thaifah Al-Manshurah yang diceritakan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ، لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ، حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ “Senantiasa ada dari umatku sekelompok orang yang menegakkan kebenaran tidak merugikannya orang yang menghina sampai datangnya hari kiamat”Kita memohon kepada Allah yang Maha Agung untuk menjadikan kita termasuk dari mereka dan untuk tidak menyesatkan hati-hati kita setelah mendapat petunjuk serta menganugrahkan kita rahmat dariNya karena Dia adalah Al-Wahaab yang Maha Pemberi. Wallahu a’ berkata juga dalam 3/345 Oleh karena itu Al-Firqatun Najiyah disifatkan sebagai Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan mereka adalah mayoritas terbesar dan As-Sawadullah Al-A’ lagi beliau 3/347 Dengan demikian jelaslah bahwa orang yang paling berhak dijadikan sebagai Al-Firqatun Najiyah adalah Ahlul Hadits dan As-Sunnah yang tidak memiliki satu tokohpun yang diikuti secara fanatik kecuali Rasulullah sedangkan mereka adalah orang-orang yang paling mengetahui ucapan dan perbuatan Rasulullah, yang paling dapat membedakan yang shahih dan yang lemah dari hal tersebut sehingga para imam mereka adalah orang-orang yang faqih dan paling mengenal makna hadits-hadits tersebut dan paling mengikutinya secara keyakinan, amalan, kecintaan dan memberi loyalitas kepada orang-orang yang memiliki loyalitas kepadanya dan membenci orang yang membencinya, merekalah orang-orang yang mengembalikan perkataan-perkataan yang tidak pasti kepada apa yang ada didalam Al-Kitab dan As-Sunnah sehingga mereka tidak menetapkan satu perkataan lalu menjadikannya termasuk pokok-pokok agama dan pendapat mereka jika tidak ada ketetapannya pada apa yang telah dibawa Rasulullah bahkan menjadikan semua yang dibawa Rasullullah Shallallahu alaihi wa sallam dari Al-Kitab dan As-Sunnah sebagai pokok sumber yang mereka yakini dan Antara Ahlus-Sunnah wal Jamaah Dan Salafiyah Banyak dari kalangan kelompok Ahlul Bid’ah dan golongan-golongan sesat yang menggunakan nama Ahlus-Sunnah Wal Jama’ah untuk menyimpangkan orang-orang awam dari dari kaum muslimin dari fitrah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatwa 3/346 “Banyak orang-orang menyebutkan tentang golongan-golongan ini dengan hukum prasangka dan hawa nafsu lalu menjadikan kelompoknya dan orang yang menisbatkan dirinya dan memberikan loyalitas kepada tokoh pemimpin yang diikutinya adalah ahlus-Sunnah Wal Jama’ah dan menjadikan orang-orang yang mnyelisihinya sebagai Ahlul Bid’ah, hal ini merupakan kesesatan yang nyata, karena ahlul Haq was-Sunnah Wal Jama’ah tidak punya panutan kecuali Rosulullah Shalallahu Alaihi wasalam “.Sebagian mereka memasukan kelompok Asyariyah sebagai bagian dari Ahlus-Sunnah Wal Jama’ah sebagaimana yang dilakukan oleh Abdul Qahir bin Thoohir Al Baghdadiy wafat tahun 429 H dalam Al Farqu Bainal Firaq dalam perkataannya ”Ketahuilah semoga Allah subhanuhu wa Ta’ala memberikan kebahagian kepada kalian -Sesungguhnya ahlus-Sunnah wal Jama’ah ada delapan kelompokSekelompok mereka memiliki ilmu tentang bab-bab pembahasan tauhid dan nubuwah, hukum-hukum Alwa’ wal Wa’id, pahala dan dosa, syarat-syarat ijtihad, keimamahan dan kepemimpinan dan mereka ini berjalan pada bidang dari ilmu ini jalannya saufatiyah orang yang menetapkan sifat dari kalangan ahlil kalam yang berlepas diri dari Tasybih dan Ta’thil dan dari kebida’han Rafidhoh, Khawarij, Jahmiyah dan An-Najariyah dan seluruh ahli hawa yang mutaakhirin menyangka bahwa umat Islam telah menyerahkan kepemimpinannya dalam masalah aqidah kepada Asy’ariyah dan Maturidiyah, berkata Sa’id hawa dalam kitab Jaulatun Fil Fiqhaini hal. 22, 66, 81 dan 90 ” Dan umat ini telah menyerahkan permasalahan i’tiqad kepada dua orang yaitu Abul Hasan Al-Asy’ariy dan Abu Manshur Al Maturidiy” dan berkata Azzabidiy dalam kitab Ithaafis Saadatil Muttaqiin 2/6” Jika disebutkan Ahlus-Sunnah Wal Jama’ah yang dimaksud adalah Asy’ariy dan Maturidiyah…”Akhirnya istilah Ahlus-Sunnah wal Jama’ah telah menjadi longgar yang masuk padanya orang-orang yang memiliki penyimpangan dalam aqidah khususnya masalah sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala, oleh karena itu sepatutnya menggunakan kata Salafiyah untuk menunjukan Al-Firqatun-Najiyah, Ath-Thoifah Al Manshurah, Al-Ghuraba dan Ahlil Dai yang tetap terus menggunakan kata Ahlus-Sunnah Wal Jama’ah berkata Apa pendapatmu jika ada beberapa kaum lalu mengaku Salafiyah sedang mereka dari kelompok-kelompok yang menyimpang, apakah kamu akan meninggalakan kata Salafiyah dan menggantinya dengan yang lain ?Jawabannya dari beberapa sisiAnggapan ini menghasilkan mata rantai yang tidak ada ujungnya. maka hal itu merupakan anggapan hipotesa pada permasalahan yang belum terjadi lagi sedangkan para Salaf membenci pertanyaan tentang perkara-perkara yang dianggaop ada dan masalah-masalah khayalan pengakuan kelompok-kelompok ini yang belum kita lihat dan belum kita dengar terhadap manhaj Salaf merupakan benturan terhadap pemikiran-pemikiran mereka karena manhaj Salaf mengharuskan pengikutnya untuk mengikuti jalannya para sahabat, hal ini tampak jelas dengan keterangan berikut Semua kelompok-kelompok yang menisbatkan diri kepada Ahlus-sunnah wal Jama’ah tidak ada yang berani mengatakan Saya yang terkenal dengan kebidahannya tidak ada yang mengaku bermadzhab Salaf dan mengikuti Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam Majmu Faatwa 4/155 ” Yang dimaksud disini bahwa kelompok-kelompok yang terkenal diantara Ahlus-Sunnah Wal Jama’ah yang memiliki kebidahan sesungguhnya tidaklah mengikuti ajaran Salaf, apalagi kelompok ahlul bid’ah yang termasyhur yaitu Rafidah, sampai-sampai orang awam tidak mengenal syiar kebidahan kecuali Rafidhah, sedangkan sunniy dalam istilah mereka adalah orang yang tidak syiah dan demikianlah karena mereka paling menyelisihi hadits-hadits nabi dan makna Al-Qur’an dan yang paling mencela Salaf umat ini dan para imamnya serta melecehkan mayoritas umat dari macam-macam kelompok, sehingga ketika mereka semakin jauh dari mengikuti salaf maka yang paling masyhur dalam kebid’ahan. Sehingga diketahui bahwa syiar ahlul bid’ah adalah tidak mengikuti ajaran mengikuti salaf, oleh karena itu berkata Imam Ahmad dalam Risalah Abdus bin Malik Ushul As-Sunnah menurut kami adalah berpegang teguh dengan apa yang difahami para sahabat Nabi Shallallahu alaihi wa berkata lagi 4/156 “Adapun anggapan ajaran salaf termasuk menjadi syi’ar Ahlul Bid’ah maka itu satu kebatilan karena hal itu tidak mungkin kecuali ketika kebodohan meraja lela dan ilmu sedikit”.Oleh karena itu kita berbahagia dari balik keterus terangan ini sebagai langkah awal kepada dakwah Salafiyah yang tegak diatas Al-Kitab dan As-Sunnah yang shahih dengan pemahaman As-Salaf Ash-Shalih untuk memasukkan kelompok-kelompok yang menisbatkan diri kepada imam yang empat dalam fiqih Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’i dan Ahmad pent kedalam ruang lingkup Ahlus Sunnah Wal Jama’ah…Sedangkan yang tersembunyi biarlah ada yang mengatakan “Ini tidak terbesit dalam pikiran kami, sedangkan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahui keadaan kita”.Saya jawab Alanglah pasnya ucapan penyair. Jika kamu tidak tahu maka itu satu musibahAtau kamu tahu maka musibahnya lebih besar. Seandainya bukan karena kitab ini kitab dasar sungguh saya akan panjang lebarkan dalam perinciannya.[Disalin dari Kitab Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy, edisi Indonesia Mengapa Memilih Manhaj Salaf Studi Kritis Solusi Problematika Umat oleh Syaikh Abu Usamah Salim bin Ied Al-Hilaly, terbitan Pustaka Imam Bukhari, penerjemah Kholid Syamhudi] Home /A3. Mengapa Memilih Manhaj.../Antara Ahlus-Sunnah wal Jamaah... PimpinanCabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Jember, Jawa Timur, akan menyeriusi pengaduan korban doktrinasi kelompok Salafi-Wahabi dengan memperkuat
BEDA SALAF DENGAN SALAFI SEBUAH MAKAR UNTUK MENJATUHKAN MANHAJ SALAFIOleh Abu Ahmad As-SalafiTAQDIM Di antara karakateristik ahli bid’ah dari masa ke masa bahwasanya mereka selalu mencela dan mencoreng citra Ahli Sunnah wa Jama’ah untuk menjatuhkan umat dari al-haq. Al-Imam Abu Hatim Ar-Razi berkata “Ciri ahli bid’ah adalah mencela ahli atsar’ Ahlu Sunnah hlm. 24. Al-Imam Abu Utsman Ash-Shobuni rahimahullah berkata “Tanda yang paling jelas dari ahli bid’ah adalah kerasnya permusuhan mereka kepada pembawa sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, mereka melecehkan dan menghina ahli Sunnah dan menamakan ahli Sunnah dengan Hasyawiyah, Jahalah, Dhohiriyyah, dan Musyabbihah” [Aqidah Salaf Ashabul Hadits, hlm. 116]Diantara deretan buku-buku “hitam” yang mencela Salafiyyin dan Dakwah Salafiyyah adalah buku Beda Salaf dengan Salafi yang beredar baru-baru ini di tanah air, buku ini sarat dengan syubhat-syubhat yang sangat menunaikan kewajiban kami dalam nasehat kepada kaum muslimin dan membela dakwah yang haq maka dengan memohon pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala akan kami paparkan studi kritis terhadap buku ini agar menjadi kewaspadaan dan peringatan bagi kita DAN PENERBIT BUKU Judul asli buku ini adalah Kasyful Haqa’iq Al-Khafiyyah Inda Mudda’is Salafiyyah, ditulis oleh Mu’tab bin Suryan Al-Ashimi, diterjemahkan oleh Wahyuddin dan Abu Ja’far Al-Indunisy, dan diterbitkan oleh Media Islamika Solo cetakan pertama Agustus 2007Sebagai catatan bahwa terjemahan dari kitab asli buku ini hanya sampai hlm. 88, adapun hlm. 89-223 adalah tambahan dari KERAGUAN “MANHAJ TASHNIF” Tashnifunnas klasifikasi manusia yaitu menisbahkan pelaku bid’ah kepada kebid’ahannya, menisbahkan pendusta kepada kedustaannya, dan menisbahkan seorang yang dijarh kepada jarhnya sebagaimana di dalam kitab-kitab jarh wa ta’ telah menyebarkan keragu-raguan terhadap manhaj tashnif ini dengan menyebutnya sebagai tugas iblis!! hlm. 45, dan dia sebut sebagai fitnah!! tashnif ini adalah haq tidak ada keraguan di dalamnya, Ahli Sunnah wal Jama’ah telah sepakat atas shahihnya penisbatan orang yang dikenal dengan suatu kebid’ahan kepada bid’ahnya sebagaimana diketahui oleh setiap orang yang mau menelaah kitab-kitab salaf. Barangsiapa yang dikenal dengan bid’ah Qodar maka dia dikatakan Qodari, barangsiapa yang dikenal dengan bid’ah Khowarij maka dia dikatakan Khoriji, barangsiapa yang dikenal dengna bid’ah Irja’ maka dia dikatakan Murji’, barangsiapa yang dikenal dengan bid’ah Rofdh maka dia dikatakan Rofidhi, dan ini juga terdapat dalam hadits-hadits Nabi Shallallahu alaihi wa sallam seperti penisbahan kelompok pengingkar takdir kepada bid’ah mereka sebagaimana dalam sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.“Qodariyyah adalah Majusinya umat ini, jika mereka sakit maka janganlah kalian menjenguk mereka, dan jika mereka mati maka janganlah kalian melawat mereka’ [Diriwaytkan Abu Dawud dalam Sunannya 4/222 dan dihasankan Syaikh Al-Albany dalam Shahihul Jami’ 4442]Demikian juga kelompok Khowarij yang diisyaratkan oleh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam di dalam hadits-hadits yang banyak sekali yang mencapai derajat ini juga terdapat di dalam perkataan para Salafush Shalih dari kalangan sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in, dan para imam, seperti riwayat dari Abu Umamah bahwasanya dia menafsirkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka” [Al-An’am 159]Dia tafsirkan abahwa mereka adalah Khowarij. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir 2/197]Abdullah bin Abi Aufa –salah seorang sahabat- berkata “Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala melaknat Azariqoh! Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala melaknat Azariqoh! Sungguh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam telah mengabarkan kepada kami bahwa mereka adalah anjing-anjing neraka”. Berktalah perawi darinya “Azariqoh saja atau Khowarij semuanya?” Dia berkata “Bahkan Khowarij semuanya” [Diriwayatkan oleh Ahmad di dalam Musnadnya dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah di dalam Dhilalul Jannah fi Takhrijis Sunnah]Al-Imam Sufyan bin Uyainah berkata tentang Ismail bin Humaid “Dia adalah Baihasi”. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata “Baihasiyyah adalah nama sebuah kelompok Khowarij dari kelompok Shofariyyah yang memandang wajibnya memberontak kepada para pemimpin yang curang” [Lihat Tahdzibut Tahdzib 1/305]Al-Imam Abu Dawud berkata tentang Ishaq bin Robi’”Dia adalah Qodari’ [Lihat Tahdzibut Tahdzib 1/203]Maka tashnifunnaas adalah hal yang disepakti oleh umat ini dan bukanlah perkara yang PENULIS Penulis begitu sinis terhadap manhaj tashnif tetapi dia sendiri memakainya, di dalam hlm. 71-72 dari bukunya ini dia klasifikasi lawan-lawannya menjadi 6 kelompok 1. Al-Hasadah orang-orang yang hasad, 2, Al-Qo’adah[1] orang-orang yang tidak memiliki peran di dalam dakwah, 3. Al-Murtaziqoh para pencari kesenangan pribadi, 4. Al-Muqallidun orang-orang yang taklid, 5. Al-Makhdu’un orang-orang yang terpedaya, dan 6. An-Naqimun para pembalas dendam!Kami katakan ”Duhai alangkah miripnya hari ini dengan kemarin, dahulu Muhammad Surur membagi lawan-lawannya menjadi 6 tingkatan penghambaan 1 George Bush presiden Amerika. 2. Para penguasa di negeri-negeri Arab. 3. Para pembantu penguasa negeri-ngeri Arab dari para menteri, para penasehat, dan yang lainnya. 4, 5,dan 6 adalah para pejabat tinggi di kementrian. Kemudian dia katakan bahwa para ulama Saudi seperti Syaikh Bin Baz rahimahullah, Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah dan Syaikh Shalih Al-Fauzan hafidhahullah sebagai budak-budak budaknya budak dan majikan mereka adalah orang Nasrani!!! [Majalah As-Sunnah Al-Britaniyyah, edisi 26 Jumada Ula 1413H, hlm. 2-3]“Hati mereka serupa . sesungguhnya kami telah menjelaskan tanda-tanda kakuasaan Kami kepada kaum yang yakin” [Al-Baqarah 118]Dan lihatlah bagaimana teman-teman Muhammad Surur dari kelompok Quthbiyyin membagi para ulama menjadi ulama yang faham waqi’ dan ulama yang tidak fawah waqi’, mereka merendahkan dan melecehkan para ulama Salafiyyin dengan mengatakan bahwa mereka bukanlah rujukan kaum muslimin karena mereka tidak faham waqi’ realita sebagaimana dikatakan oleh Salman dalam Majalah Al-Ishlah Emirat Arab edisi 223 28/1, dan Abdurrahman Abdul Khaliq dalam kitabnya Khuthuth Roisiyah Liba’tsil Ummah Islamiyyah hlm. 73-78 Lihat Madarikun Nazhar hlm. 271 dan Jama’ah Wahidah hlm. 40. Di sisi lain mereka membagi ulama menjadi ulama sulthon ulama penguasa dan sulthonul ulama yaitu kelompok mereka sebagaimana dikatakan oleh Aidh Al-Qorni di dalam Qoshidahnya yang berjudul Da’il Hawasyi Wakhruj tinggalkanlah para antek penguasa dan keluarlah!Maka kami katakan bahwa penulis bersikap plin-plan dalam menyikapi tashnif, jika tashnif dirasa merugikannya maka dia tolak, dan jika dirasakan menguntungkannya maka dia pakai. Hal seperti inilah yang dilakukan oleh para ahli bid’ah dan pengekor hawa nafsu, mereka mengklasifikasi manusia semau mereka sesuai dengan hawa nafsu mereka, mereka mengklasifikasi para ulama menjadi ulama politik dan ulama haidh dan nifas!. Di sisi lain tatkala para ulama sunnah mentashnif mengklasifikasi para gembong mereka kepada masing-masing kebid’ahan mereka maka dengan serentak mereka marah dan membabi buta, mereka sebarkan keragu-raguan kepada umat tentang masalah tashnif yang haq dengan maksud untuk melindungi nama dan kedudukan gembong-gembong KEBENCIAN TERHADAP ISTILAH SALAFI DAN SALAFIYYAH Penulis begitu getol di dalam menyebarkan kebencian terhadap nisbah salafi dan salafiyyah, dia katakan bahwa nisbah as-salafi atau al-atsari sebagai suatu kesombongan! hlm. 42. Bahkan dia buat manusia ngeri memakai istilah salafi dengan dia katakan bahwa para pengaku salafi adalah pelaku kejahatan! tidak ada yang lebih membanggakan seorang muslim dari menisbahkan diri kepada salaf, lafadz salafiyyah atau salafi tidaklah digunakan oleh para ulama Ahli Sunnah kecuali dalam kebaikan, lihatlah dalam kitab-kitab para ulama terutama dalam kitab-kitab biografi mereka tidaklah menyebut salaf atau salafi melainkan sebagai pujian, begitu sering para ulama menyebutkan biografi seseorang dan menyebutkan di antara manaqibnya adalah karena dia berjalan diatas manhaj Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata “Tidak ada cela bagi orang yang menampakkan madzhab salaf, menisbahkan diri kepadanya, dan membanggakannya, bahkan wajib diterima semua itu darinya dengan kesepakatan ulama. Karena sesungguhnya madzhab salaf adalah haq, jika dia sesuai dengan salaf secara lahir dan batin, maka dia seperti seorang mukmin yang di atas kebenaran secara lahir dan batin” [Majmu Fatawa 4/149]Al-Hafidz Adz-Dzahabi rahimahullah sering menyebutkan nisbah kepada salaf as-salafi ketika menyebutkan biografi para ulama.a Ketika menyebutkan biografi Ya’qub bin Sufyan Al-Fasawi dalam Siyar A’lamin Nubala 13/183 berkata “Aku tidaklah mengetahui Ya’qub Al-Fasawi kecuali seorang salafi”b. Ketika menyebutkan biografi Muhammad bin Muhammad Al-Bahrani beliau berkata “Dia adalah seorang yang beragama, baik, dan seorang salafi” [Mu’jam Syuyuh 843]c. Ketika menyebutkan biografi Al-Imam Daruquthni beliau mengatakan ”Dia tidak pernah masuk sama sekali dalam ilmu kalam dan jadal, bahkan dia adalah seorang salafi’ [Siyar 16/457]d Ketika menyebutkan biografi Abu Thohir As-Silafi beliau mengatakan ”As-Silafi diambil dari kata As-Salafi yaitu yang berjalan di atas madzhab salaf” [Siyar 21/6]e. Ketika menyebutkan biografi Al-Hafidzh Ibnu Sholah rahimahullah beliau mengatakan “Dia adalah seorang salafi, bagus aqidahnya ..” [Tadzkirotul Huffadz 4/1431]Dan merupakan hal yang dimaklumi bahwa kelompok-kelompok bid’ah sangat menjauhi intisab kepada salaf, sampai-sampai kelompok yang mengaku beraqidah salaf pun juga menjauhi dan menghindari penisbatan kepada salaf, inilah syi’ar ahli bid’ah dari masa ke masa sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah “Syi’ar ahli bid’ah adalah tidak mau ittiba’ kepada salaf” [Majmu Fatawa 4/100]Kelompok-kelompok bid’ah ini mengetahui bahwasanya dengan meninggalkan intisab kepada salaf maka mereka dengan leluasa menghukumi segala sesuatu dengan akal mereka, perasaan mereka dan eksperimen-eksperimen mereka!Inilah realita yang menujukkan keagungan takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala, agar nampak jelas dakwah yang haq dari setiap kebatilan yang hendak menyerupainya, dan agar dakwah yang haq murni dari segala macam kotoran hendak OPINI BAHWA PARA ULAMA MEMBENCI NISBAH SALAFI DAN SALAFIYYAH Penulis banyak menukil perkataan para ulama yang mengesankan bahwa para ulama tersebut tidak suka kepada nisbah As-Salafi, Al-Atsari, As-Salafiyyah dan yang semisalnya. Nukilan-nukilan ini harus dicek ulang karena kedustaan adalah ciri khas dari setiap ahli bid’ah, Al-Imam Ali bin Harb Al-Maushili berkata ”Setiap ahli hawa pengekor hawa nafsu selalu berdusta dan tidak peduli dengan kedustaannya!” Diriwayatkan oleh Al-Khatib Al-Baghdadi dalam Al-Kifayah hlm. 123 Di antara nama-nama yang dicatut oleh penulis dari para ulama adalah Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah, dan Syaikh Shalih Al-FauzanPadahal kenyataan yang sebenarnya bahwa para ulama yang disebut nama-namanya di atas selalu mengajak manusia agar ittiba’ kepada manhaj salafi sebagaimana di dalam nukilan-nukilan berikut Ibnu Baz pernah ditanya ”Apa yang engkau katakan terhadap orang yang memberi nama dengan As-Salafi dan Al-Atsari, apakah hal itu termasuk tazkiyah?” Beliau rahimahullah menjawab ”Kalau memang benar dia Atsari menapaki atsar pendahulunya atau Salafi mengikuti pemahaman Salaf As-Shalih maka tidak mengapa, semisal apa yang dikatakan para salaf, mereka mengatakan Fulan Salafi, Fulan Atsari’, ini adalah sebuah tazkiyah yang seharusnya, tazkiyah yang wajib’ [Muhadhoroh dengan tema Haq Al-Muslim tgl. 16/1/1423H di Thoif]Berkata Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafidhahullah ”Penamaan dengan As-Salafiyah apabila memang benar maka tidak mengapa, namun apabila cuma sekedar pengakuan belaka, maka tidak boleh menamakan dengan As-Salafiyyah karena ia tidak berada pada manhaj Salaf” [Al-Ajwibah Mufidah. 15]Telah datang suatu pertanyaan kepada Syaikh Shalih Al-Fauzan hafidhahullah yang berbunyi ”Apakah salafiyyah adalah suatu hizb kelompok dan apakah menisbahkan diri kepadanya adalah hal yang tercela?” Maka beliau menjawab ”Salafiyah adalah Firqotun Najiah kelompok yang selamat mereka adalah Ahli Sunnah wal Jama’ah, bukan suatu hizb yang dinamakan sekarang sebagai kelompok-kelompok atau partai-partai, sesungguhnya dia adalah suatu jama’ah, jama’ah yang berjalan di atas sunnah.. maka Salafiyyah adalah jama’ah yang berjalan di atas madzhab Salaf dan di atas jalan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya, dan dia bukanlah salah satu kelompok dari kelompok-kelompok yang muncul sekarang ini, karena dia adalah jama’ah yang terdahulu dari zaman Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan terus berlanjut terus menerus di atas kebenaran dan nampak hingga hari Kiamat sebagaimana diberitakan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam” [Dari kaset yang berjudul At-Tahdzir Minal Bida’]Dan termasuk mereka juga para ulama yang membolehkan penisbahan tersebut Syaikh Al-Fadzil Ali bin Nasir Faqihi di dalam kitabnya Al-Fath Al-Mubin Bir –Rod Ala Naqd Abdillah Al-Ghumari Likitabil Arbain” [Lihat Kun Salafiyan Alal Jaddah 44]MENCOMOT FATWA-FATWA ULAMA YANG SEJALAN DENGAN KEPENTINGAN MEREKA Diakhir buku penerbit menambahkan lampiran-lampiran buku mereka ini yang dua kali lipat dibandingkan dengan buku aslinya, di antara lampiran-lampiran tersebut terdapat Fatwa Lajnah Daimah yang mengkritik sebagian tulisan dari Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi, yang pada hari-hari ini Hizbiyyun begitu semangat di dalam para hizbiyyun ini sangat mengherankan sekali, karena sepanjang sejarah perjalanan mereka baru kali ini mereka begitu antusias untuk menukil sebuah fatwa dari para ulama Saudi Arabia. Tempo hari mereka menuding para ulama Saudi hanyalah ulama haid dan nifas, tidak paham realita, antek-antek CIA, ulama penguasa, dan sederet tuduhan-tuduhan keji yang lainnya!. Kemudian hari ini dengan serempak mereka menukil sebuah fatwa dari para ulama Saudi Arabia dan menyebarluaskannya?!Sehubungan dengan Fatwa Lajnah Daimah ini kami nukilkan tanggapan dari Syaikh Dr Husain bin Abdul Aziz Alu Syaikh –Imam Masjid Nabawi dan Qadhi di Pengadilan Tinggi Madinah Nabawiyyah- di dalam ceramah beliau yang berjudul Ala Thoriqi Sunnah pada tanggal 5 Rabi’ul Awwal 1422H “Yang kami yakini dan yang kami pertanggung jawabkan dihadapan Allah bahwasanya Syaikh Ali hafidhahullah dan gurunya –Syaikh Al-Albani rahimahullah- paling jauh di antara manusia dari madzhab Murji’ah –sebagaimana telah kami katakan sebelumnya. Syaikh Ali –demikian juga Syaikh Al-Albani rahimahullah- -jika dikatakan kepadanya Apakah defenisi iman? Tidak akan kita dapati dalam ucapannya perkataan Murji’ah yang mengatakan bahwa amalan tidak masuk dalam keimanan. Bahkan nash-nash Syaikh Al-Albani rahimahullah menashkan bahwa defenisi iman adalah ”Keyakinan dengan hati, perkataan dengan lisan, dan amalan dengan anggota tubuh, bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan” [Lihat Tanbihat Mutawaimah hal. 553-557]PENUTUP Inilah di antara hal-hal yang bisa kami paparkan dari sebagian bantahan terhadap syubhat-syubhat buku ini, yang intinya bahwa buku ini hendak menjatuhkan manhaj tashnif untuk mengaburkan antara ahli Sunnah dan ahli bid’ah dan sekaligus menjauhkan manusia dari manhaj Salafush Shalih. Semoga Alah Subhanahu wa Ta’ala selalu meneguhkan kita di atas sunnah dan menjauhkan kita dari semua kebid’ahan. Amin[Disalin dari Majalah Al-Furqon, Edisi 8, Th. Ke-7 1429/2008. Diterbitkan Oleh Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon Al-Islami, Alamat Ma’had Al-Furqon, Srowo Sidayu Gresik Jatim] _______ Footnote [1]. Di dalam terjemahnya tertulis Al-Uqdah, ini adalah kekeliruan dari penerjemah
Merekamenyebut dirinya dengan "Salafi" itu karena ada niat terselubung. Di sisi lain, kata "Salaf" juga sangat akrab di kalangan Ahlussunnah wa al-Jamaah, termasuk NU. Kata "Salaf" tersebar dalam kitab ulama-ulama yang dipelajari oleh Aswaja NU. Kata salaf juga sering kita dengar dari kiai NU. Risalah Ahlussunnah Wal Jamaah,
Mungkin kamu sering mendengar kata atau istilah salaf, salafi, dan salafiyah. Istilah ini cukup populer, namun sering juga disalahpahami oleh sebagian orang. Akhir-akhir ini pula, banyak kelompok yang mendakwahkan dirinya sebagai pengikut ada sebagian orang desa mendengar istilah itu, maka langsung terbersit makna pesantren salafiyah yang tersebar di desa mereka atau santri-santri pondok tersebut. Padahal, yang dimaksud bukanlah itu. Berikut perbedaan salaf, salafi, dan SalafPexels/ "salaf" memiliki arti para sahabat Nabi, tabi’in dan tabi'ut tabiin yang hidup sampai batas 300 H. Tabi’in artinya pengikut, di mana adalah orang Islam awal yang masa hidupnya setelah para sahabat Nabi dan tik mengalami masa hidup Nabi tabi'ut tabi’in artinya pengikut tabi’in. Mereka adalah orang Islam teman sepergaulan dengan para tabi’in dan tidak mengalami masa hidup sahabat Nabi. Merekalah sebaik-baiknya generasi, sebagaimana disebutkan dalam hadis nabi SAW yang diriwayatkan Imam Bukhari dengan sanad dari Abdullah bin Mas’ud dari nabi SAW خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ يَجِئُ قَوْمٌ تَسْبِقُ شَهَادَةُ أَحَدِهِمْ يَمَيْنُهُ وَ يَمَيْنُهُ شَهَادَتُهُ Artinya“Sebaik-baik manusia adalah pada zamanku sahabat, kemudian orang-orang setelah mereka tabi’in, kemudian yang setelahnya lagi atba’it tabi’in, kemudian akan datang suatu kaum yang persaksiannya mendahului sumpahnya, dan sumpahnya mendahului persaksiannya.” Baca Juga Niat Salat Idulfitri, Tata Cara Salat Id Sendiri Atau Jamaah di Rumah 2. SalafiPinterest/Ottoman PicturePara ulama maupun orang biasa yang datang setelah 300 H, yang menganut manhaj atau metode dari kaum salaf, disebut salafi. Semua orang yang mengikuti metode salaf dapat disebut salafi, termasuk itu jika kita memang benar-benar berperilaku dan menjalankan metode berdasarkan salaf. Bukan hanya menyandang titelnya saja, tapi juga perilakunya merupakan metode yang mengajarkan syariat Islam secara murni tanpa adanya tambahan dan pengurangan. Salafiyyah difondasikan dan disusun oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah 728 H dan Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah 751H dari Al-Qur'an, hadis, perbuatan serta perkataan ulama pada 1206 H, Muhammad bin Abdil Wahab menyebarkan apa yang telah disusun oleh Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahumallah di jazirah Arab. Mengutip dari kitab Nazarat fi Jauharatit Tauhid, terdapat catatan penting dari perkataan salah seorang peneliti di dalam kitab Al-Fikrul Islamy Al-Hadis karya Dr Abdul Maqshud Abdul Ghani, “Jika kita membandingkan antara pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab dan Ibnu Taimiyyah dalam beberapa masalah akidah hampir keduanya sama dan tidak berbeda, kecuali Ibnu Taimiyyah telah merinci pendapatnya dan menguatkannya dengan dalil-dalil dan hujjah, serta membantah pendapat orang yang berseberangan dengannya dengan dalil dan sanad. Sedangkan Muhamad bin Abdul Wahhab hanya menyebutkan keterangannya secara singkat saja.” Perbedaan yang menonjol dari salaf, salafi, dan salafiyah adalah hanya dari segi waktu dan pijakan dalam berpegang pendapat. Jika salafi itu memang orang-orang yang menisbahkan dirinya sebagai pengikut manhaj salaf atau Ahlussunah wal Jamaah, salafiyah lebih condongnya disebut usaha regenerasi. Baca Juga Perbedaan Salat Idulfitri dan Salat Jumat
MataRantai Aqidah Salaf dan Ahlussunnah wal Jamaah. Imam Al-Ghazali memberikan panduan bagi orang awam agar tetap berpegang pada mazhab salaf dalam beriman. Menurutnya, mazhab salaf adalah mazhab yang benar dalam memahami ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits-hadits yang berkaitan dengan keimanan. Artinya, "Ketahuilah, kebenaran nyata yang tanpa
Berbeza pendapat adalah lumrah kehidupan dan tidak dapat dielakkan. Secara fitrah, manusia memang berbeza antara satu dengan yang lain. Namun ia tidak bererti manusia harus bersengketa dan berbalah sehingga bermusuhan dan mencetuskan huru hara dalam kehidupan. Lebih buruk lagi apabila ada pihak menuduh pihak yang lain sebagai berdosa, sesat, malah kafir. Isu akidah yang diperselisihkan berlaku dari dahulu hinggalah sekarang, baik di Timur Tengah mahupun di Nusantara. Malahan di seluruh dunia hari ini, umat Islam masih berselisih mengenai beberapa perkara yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah taala. Dalam kelompok Ahlis Sunnah Wal Jamaah pun tidak terlepas dari perselisihan ini. Bahkan, ada yang mendakwa bahawa merekalah golongan Ahlis Sunnah yang sebenar. Jika jurang ini dibiarkan tanpa ada usaha untuk menghuraikan perselisihan ini, umat Islam akan terus bersengketa dan boleh mencetuskan sekali lagi peperangan sesama mereka dalam masalah agama. Pada hal, Islam mengajar umatnya agar bersatu dan mengelak dari permusuhan dan persengketaan. Siapakah Asya`irah? Asya`irah merupakan satu mazhab dalam bidang ilmu akidah. Pengasasnya ialah Abu Hasan Al-Asy`ari yang dilahirkan di Basrah pada tahun 260 Hijrah. Beliau pernah berpegang pada mazhab Muktazilah dan berguru dengan ayah tirinya Abu Ali Al-Jubba’i. Selepas berusia 40 tahun, beliau berfikiran matang dan tekun mengkaji secara suatu hari, beliau berdebat dengan ayah tirinya mengenai kehidupan selepas mati. Selepas itu, Abu Hasan Al-Asy`ari bangun berucap di Masjid Basrah dan mengisytiharkan dirinya keluar dari mazhab Muktazilah untuk berpegang pada mazhab Ahlis Sunnah Wal Jamaah. Abu Hasan Al-Asy`ari membuat pembaharuan dalam Ahli Sunnah dengan mengemukakan hujah-hujah logik serta teks-teks Al-Quran dan Hadis yang ada. Beliau berjaya mengumpulkan ramai murid dan pengikut. Begitu berpengaruh aliran Asya`irah hingga hampir-hampir golongan Ahlis Sunnah Wal Jamaah dianggap sinonim dengannya. Mazhab ini juga didokong oleh ulama dari kalangan mazhab Hanafi, Maliki, Syafi`i dan Hanbali yang antara mereka ialah imam Al-Isfarayni, Al-Qaffal, al-Ghazali, al-Juwaini dan Al-Jurjani. Pembaharuan yang dibawa oleh Abu Hasan Al-Asy`ari membawa kekuatan kepada Ahlis Sunnah Wal Jamaah bagi menghadapi hujah golongan Muktazilah yang pesat berkembang dan mendapat sokongan daripada pemerintah-pemerintah kerajaan Abbasiah. Akhirnya, golongan Muktazilah dapat dibendung dengan hujah dan pemerintahan Abbasiah pula memberi dokongan politik pula bagi mazhab Asya`irah untuk berkembang. Imam Abu Hasan Al-Asy`ari juga meninggalkan beberapa buku yang dikarangnya dan masih ada pada zaman sekarang antaranya ialah Al-Ibanah `An Usul Al-Diyanah. Dalam buku ini, beliau dengan tegas menyokong Imam Ahmad bin Hanbal yang dipenjara dan didera oleh kerajaan Abbasiah yang menyokong Muktazilah pada zamannya. Dalam buku Al-Luma` Fi Al-Rad `Ala Ahl Al-Zaigh Wa Al–Bid`i pula beliau mengemukakan hujah logik dan nas untuk menghurai isu-isu akidah. Buku Maqalat Al–Islamiyin mendedahkan fahaman-fahaman yang timbul dalam ilmu Kalam dan menjadi rujukan penting dalam mengkaji pelbagai mazhab dalam akidah. Buku Istihsan Al-Khaudh Fi `Ilm Al-Kalam pula adalah risalah kecil bagi menolak hujah mereka yang mengharamkan ilmu Kalam. Walaupun ada di kalangan sarjana Islam terutamanya di kalangan mazhab Hanbali yang menyanggah beberapa hujah dan kaedah yang dibawa oleh Abu Hasan Al-Asy`ari, ia tidak harus menafikan jasanya mempertahankan fahaman Ahlis Sunnah Wal Jamaah. Fahaman beliau berjaya mematikan hujah-hujah Muktazilah yang terpesong jauh seperti Al-Quran sebagai makhluk, tidak boleh melihat Allah di hari Kiamat dan lain-lain. Imam Abu Hasan Al-Asy`ari meninggal dunia pada tahun 324 Hijrah dengan meninggalkan buku-buku sebagai pusaka ilmu yang berharga serta murid-murid yang meneruskan perjuangannya. Dia telah mewariskan satu mazhab akidah yang dianuti oleh sebahagian besar umat Islam hari ini bagi menghadapi cabaran-cabaran baru yang tidak ada pada zamannya. Siapakah Salafiah? Golongan ini adalah para pengikut aliran generasi awal dari kurun pertama Islam hingga ketiga, iaitu dari zaman Nabi Muhammad zaman sahabat dan tabi`in. Imam Al-Ajiri wafat 360 H yang merupakan salah seorang ulama mazhab Syafi`i berkata ketika menyebut nama imam-imam yang patut diikuti dalam akidah, khususnya imam Ahmad dan pengikutnya, “Tanda bagi sesiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya ialah dengan mengambil jalan ini iaitu jalan yang berlandaskan Kitabullah, Sunnah Rasul Sunnah para sahabatnya dan sesiapa yang mengikuti mereka dengan baik. Semoga Allah merahmati mereka, serta para imam dan ulama yang berada di atas landasan itu di setiap negeri seperti Al-Auza`i, Sufyan Al-Thauri, Malik bin Anas, Al-Syafi`i, Ahmad bin Hanbal, Al-Qasim bin Sallam dan sesiapa sahaja yang bersama mereka serta menjauhi semua mazhab yang tidak diikuti oleh mereka.” Imam Ibn Rajab pula berkata, “Di zaman kami, apabila dicatit secara khusus mengenai kata-kata Salaf yang diikuti, ia kembali kepada zaman Al-Syafi`i, Ahmad, Ishaq, dan Abu `Ubaid dan manusia hendaklah berwaspada dengan apa yang timbul selepas mereka kerana sesungguhnya telah berlaku banyak perkara baru selepas mereka..” Berdasarkan kededua pendapat ini, Salaf adalah; golongan yang terawal di kalangan para sahabat dan tabi`in, dan golongan yang menurut panduan Al-Quran, Sunnah Nabi Sunnah para sahabat dan tabi`in sepanjang zaman Kesimpulan yang sama dinyatakan oleh Syeikh Mahmud Ahmad Khafaji berkata di dalam kitab Al-Wajiiz Fi Aqidah Al-Salaf Al-Salih, “Barangsiapa yang pendapatnya sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah mengenai akidah, hukum dan suluknya menurut pemahaman Salaf, maka ia disebut Salafi, meskipun tempatnya jauh dan berbeza masanya….Sebaliknya barangsiapa pendapatnya menyalahi Al-Qur’an dan Sunnah, maka ia bukan seorang Salafi meskipun ia hidup pada zaman sahabat, tabi`in dan tabi` tabi`in.” Siapakah Ahlis Sunnah Wal Jamaah? Fakta sejarah memberitahu bahawa istilah Ahlis Sunnah Wal Jamaah tidak dikenali di zaman Nabi Terdapat beberapa pendapat yang berbeza mengenai kemunculan istilah ini. Ada yang mengatakan ia timbul di zaman pemerintahan Abbasiah apabila berlaku perselisihan antara Ahlis Sunnah dan Syi`ah. Ada yang mengatakan ia timbul ketika pergolakan antara Ahlis Sunnah yang beraliran Salaf dan Jahmiah. Ada pula yang berpendapat ia bermula ketika perdebatan antara Ahlis Sunnah dan Muktazilah. Imam Al-Lalaka’i, Al-Baghawi dan Ibn Kathir membawa satu riwayat bahawa Ibn Abbas berkata ketika menafsirkan ayat 106 dari surah Al-Baqarah yang bermaksud, “Pada hari di mana wajah-wajah akan menjadi putih dan ada juga wajah-wajah yang hitam…. Mereka yang putih wajahnya adalah Ahlis Sunnah Wal Jamaah serta golongan ilmuan. Manakala mereka yang hitam wajahnya adalah ahli bid`ah dan sesat.” Al-Fudhail bin `Iyadh wafat 187 berkata, “Golongan Murji’ah berkata iman adalah perkataan tanpa amal, Jahmiah pula berkata iman itu adalah pengetahuan tanpa perkataan dan amal, Ahlis Sunnah berkata iman itu adalah pengetahuan, perkataan dan amal.” Imam Ibn Jarir Al-Tabari wafat 310H berkata, “Apa yang benar dalam perkara melihat Allah bagi orang beriman di hari kiamat merupakan [pegangan] agama kami yang Allah telah tetapkan dan kami telah mendapatinya sebagai pegangan Ahlis Sunnah Wal Jamaah, iaitu ahli syurga akan dapat melihatNya menurut khabar yang sahih daripada Rasulullah Jika dilihat dari nukilan kata-kata ulama silam seperti di atas, ia mula disebut seawal pertengahan kurun pertama hijrah, iaitu zaman generasi awal Islam yang dikenali sebagai Salaf seperti yang dinukilkan daripada Ibn Abbas Selanjutnya para ulama terus mendukung aliran itu sehingga kepada imam Abu Hasan Al-Asy`ari yang meneruskan usaha membasmi fahaman Muktazilah sehingga terbentuk satu gerakan dan kesatuan umat Islam, berpandukan Al-Quran dan Sunnah yang dikenali juga sebagai Ahlis Sunnah Wal Jamaah. Hakikat ini memberitahu bahawa Ahlis Sunnah wujud sebelum kemunculan mazhab Asya`irah dan Ahlis Sunnah pada awalnya diisi oleh generasi Salaf dahulu lalu meliputi golongan Asya`irah kemudiannya. Sebab itulah Asya`irah dikenali juga dengan mazhab khalaf generasi yang datang kemudian setelah Salaf. Menghuraikan Pertikaian Dalam menghuraikan pertikaian, pendekatan berpegang pada sudut yang disepakati adalah satu keperluan. Al-Quran sebagai panduan manusia telah menunjukkan kaedah ini menerusi firman Allah taala, “Katakanlah wahai Ahli Kitab mari bersama kepada satu kalimat yang sama antara kami dan kamu untuk tidak menyembah melainkan kepada Allah dan tidak mensyirikkan-Nya….” Ali Imran 64. Jika Ahli Kitab diajak untuk berpegang pada satu hakikat kebenaran yang tidak boleh dinafikan iaitu mentauhidkan Allah, maka umat Islam sendiri perlu mencari titik persamaan agar perbalahan dan persengketaan dapat dielakkan. Sebenarnya yang menjadi bahan perselisihan antara pengikut mazhab Salaf dan Asy`irah adalah isu-isu cabang yang tidak menjadikan seseorang yang tersilap itu terkeluar dari Islam contohnya pengertian ayat-ayat mutasyabihat dan isu bertawasul dengan yang telah mati. Dalam isu seperti ini telah ada prinsip panduannya, iaitu seorang alim yang mempunyai kemampuan berijtihad, apabila berusaha untuk mendapatkan keputusan yang terbaik, tetap mendapat pahala walaupun dia tersilap, sebagaimana sabda Nabi yang bermaksud, “Jika seorang Hakim melakukan ijtihad lalu dia menepati kebenaran, maka dia dapat dua pahala. Jika dia salah, dia dapat satu pahala.” Riwayat Al-Bukhari Golongan yang mendakwa menuruti aliran Salaf, tidak layak, malah tidak ada kuasa untuk menjatuhkan hukum syirik atau terkeluar dari Islam ke atas saudara-saudaranya yang tidak sealiran dengan mereka seperti Asya`irah. Menghukum seseorang sebagai kafir atau musyrik secara tidak benar adalah satu dosa yang besar. Begitu juga dengan tuduhan ahli bid`ah. Syeikh Hatim Al-`Auni, seorang ahli hadis kontemporari di Mekah berkata, “Asya`irah adalah seperti sebuah istana bagi Ahlis Sunnah” Begitu juga pendakwah terkenal di Timur Tengah, Syeikh Muhammad Hassan mengatakan bahawa Asya`irah adalah termasuk dalam golongan Ahlis Sunnah. Syeikh Dr. Yusuf Al-Qaradhawi juga mempertahankan Asya`irah sebagai salah satu dari kumpulan Ahlis Sunnah Wal Jamaah. Ulama terdahulu juga telah menjelaskan kedudukan Asya`irah sebagai Ahlis Sunnah. Imam Al-Zahabi di dalam kitabnya Siyar Al-A`lam berkata, “Abu Musa Al-Asy’ari berada di atas pegangan akidah Ahlis Sunnah Wal Jamaah.” Demikian juga pendapat ulama lain seperti Qadhi `Iyadh di dalam kitab Tartib Al-Madarik, Imam Ibn `Asakir dan Al-Subki. Mereka bahkan berpendapat imam Abu Hasan Al-Asy`ari termasuk dari kalangan Salaf dan imam Ahli Hadis. Golongan yang selesa dengan aliran Asya’irah pula tidak boleh menolak aliran Salaf sebagai Ahlis Sunnah kerana mereka juga mengamalkan Islam berpandukan nas Al-Quran, Hadis dan fahaman para sahabat Nabi yang memang diakui semua sebagai sumber agama. Imam Ibn Al-Jauzi, seorang tokoh ulama beraliran Asya`irah menyebut di dalam kitabnya Talbis Iblis bahawa yang dinamakan sebagai Ahlis Sunnah itu adalah mereka yang mengikuti kebenaran dan ahli bid`ah pula yang mengikuti kesesatan. Selanjutnya beliau menukil kata-kata Ali Al-Madini yang mengakui golongan Ahli Hadis sebagai Ahlis Sunnah. Syeikh Dr. Yusuf Al-Qaradhawi, sebagai contoh, seorang yang mendukung dan berpegang dengan mazhab Asya`irah juga mengakui mazhab Salaf sebagai Ahlis Sunnah dan berpegang bahawa pendapat mereka dalam soal ayat-ayat mutasyabihat lebih selamat. Seorang ulama Al-Azhar kontemporari bernama Muhammad bin Abdul Malik Al-Zughbi turut menjelaskan bahawa tiada masalah atau pertikaian antara umat Islam terdahulu di kurun-kurun yang pertama Islam mengenai sifat-sifat Allah. Tercetusnya masalah dalam lingkungan Ahli Sunnah pada awal kurun ketiga Hijrah dan ia berkisar hanya pada perkara-perkara ijtihad dalam pentakwilan sifat-sifat Allah. Kesimpulan dasarnya di sisi semua ulama mengenai pegangan Ahlis Sunnah ialah fahaman yang kembali kepada sumber asal iaitu Al-Quran dan Sunnah serta amalan para sahabat dan tabi`in dan mereka juga tidak berselisih mengenai fakta bahawa akidah yang dipegang dan diamalkan umat Islam pada kurun pertama Islam adalah benar kerana bersumber pada Al-Quran dan Sunnah. Walaupun istilah Ahlis Sunnah belum digunapakai pada ketika itu, tetapi tiada khilaf dari kalangan ulama yang datang kemudian untuk menerima pendapat yang dipegang oleh mereka di zaman itu mengenai tidak mentakwil sifat-sifat Allah sebagai pendapat yang sah Ahlis Sunnah. Bahkan pendapat ini mendahului pendapat golongan Asya`irah dalam Ahlis Sunnah seperti yang dinyatakan sebelum ini. Aliran-aliran kefahaman atau mazhab boleh dianggap seperti madrasah atau sekolah. Masing-masing mempunyai kekuatan kurikulum yang tersendiri. Pasti juga ada sudut-sudut kelemahan yang perlu diperbaiki. Matlamat utama bagi semua adalah melahirkan anak-anak murid yang baik akhlaknya, cerdas pemikirannya dan bersikap profesional dalam menguruskan diri dan sekitaran apabila melangkah ke medan kehidupan. Adalah satu perkara yang biasa bagi pelajar-pelajar dari setiap institusi pengajian untuk merasa bangga dengan tempat pengajiannya, tetapi bukanlah satu kewajaran, malah ia satu keaiban untuk menuduh institusi lain dengan tuduhan kesat dan sesat. Para ulama Salaf dan Asya`irah dari dahulu hingga sekarang telah bersepakat mengenai tanzih mensucikan Allah dari segala persamaan dengan makhluk dan segala sifat-sifat kekurangan. Malah terdapat banyak persamaan dalam persoalan akidah antara aliran Salaf dan Asya’irah, iaitu; kededua pihak jelas mensucikan Allah taala daripada menyerupai makhluk. kededua pihak meyakini bahawa maksud sebenar ayat mutasyabihat bukanlah maksud zahirnya yang menyerupai makhluk. kedua-dua pihak mengetahui lafaz yang digunakan dalam ayat-ayat itu adalah lafaz yang difahami oleh manusia dan dapat dirasai oleh pancaindera. Walaupun bahasa Arab luas, tetapi ia tidak merangkumi semua hakikat ilmu. Hakikat Allah tidak mampu diterangkan oleh keterbatasan bahasa itu. Bahasa adalah sesuatu yang terhad kerana ia difahami dari sudut makna lafaz sahaja. Menentukan makna hanya dari sudut lafaz sahaja tidak memberi erti yang tepat. Kededua sepakat pada keharusan takwil. Perselisihan hanya pada keperluan menentukan makna takwil yang diperlukan bagi menjaga akidah masyarakat umum daripada menyamakan Allah taala dengan makhluk. Syeikh Dr. Yusuf Al-Qaradhawi berkata, “Perselisihan seperti itu tidak perlu dirumitkan dan diperbesarkan.” Dalam isu menghuraikan maksud sifat Allah yang tertentu, ada yang membiarkannya tanpa takwilan apa-apa, iaitu menyerahkan maksudnya secara total kepada Allah. Mereka itulah golongan yang menuruti aliran Salaf. Ada pula yang mentakwil untuk memberi kefahaman betul kepada masyarakat awam tentang sifat Allah yang tidak sama dengan makhluk. Imam Ibn Kathir merupakan contoh terbaik dalam hal ini. Adakalanya beliau menggunakan kaedah takwil dan adakalanya tidak. Sebagai contoh, ketika mentafsirkan ayat istiwa’, beliau berkata, “Manusia mempunyai pelbagai pandangan tentang perkara ini. Saya Ibn Kathir mengikut pandangan Salaf dalam ayat ini, antaranya seperti Imam Malik, Al-Auza`i, Al-Thauri, Al-Laith bin Sa`ad, Al-Syafi`i, Ahmad, Ishak bin Rahawaih dan yang lain dari kalangan para imam dahulu dan sekarang. Mereka mengambil pandangan bagi membiarkan nas itu sebagaimana zahir tanpa disebut bagaimana dan tidak menyerupakan dengan sifat makhluk, serta tidak menafikan nas-nas itu.” Tetapi pada ayat-ayat sifat yang lain, beliau mengambil kaedah pentakwilan pada ayat-ayat mengenai sifat tangan. Syeikh Dr. Yusuf Al-Qaradhawi berkata bahawa kaedah takwil juga digunakan oleh golongan Salaf jikalau takwilan itu hampir kepada nas Al-Quran dan tidak terkeluar jauh dari maksud yang sebenar. Ini dilakukan oleh imam Ibn Kathir seperti contoh di atas dan juga imam Al-Baihaqi, Al-Nawawi, Ibn Hajar dan ramai lagi. Syeikh Muhammad Al-Hasan Al-Syinqiti, seorang alim dari Mauritania berkata, “Harus berlaku kesilapan pada golongan Asya`irah, Maturidiah, Hanbali, Salafiah.. dan mereka semua tidak boleh dikafirkan oleh kesilapan-kesilapan tersebut.” Dalam konteks dunia Nusantara, Dr Abdol Rauh Yacob, seorang pensyarah di Universiti Islam Sultan Sharif Ali, Brunei dan juga ahli sejarah Islam dan Tanah Melayu berkata, “Dunia Melayu tidak terlepas dari jaringan ummah antarabangsa. Walau apa pun, pelbagai bentuk tasawwur yang wujud di dunia Melayu seperti akidah Asya’irah ataupun sufi Imam al-Ghazali, ijtihad Ibn Taimiyah, Salafi Wahabi ataupun dinamika Afghani, Salafi Abduh, Haraki al-Banna, namun sikap kita tidaklah harus sangsi atas kepelbagaian tasawwur dan ittijah di atas. Ini kerana tokoh-tokoh ini ialah tokoh yang berkaliber mampu menggarap persoalan umat Islam dan menyediakan formula bagi mengembalikan semula kemurniaan dan keaslian agama Islam sekaligus mengangkat kemuliaan dan keagungan Islam berdasarkan kepada sumber al-Quran dan al-Sunnah. Maka adalah tidak tepat sekiranya kita cuba membezakan antara gerakan di atas apatah lagi meminggir dan menafikan peranan mereka. Islam di Tanah Melayu Abad ke 19, 2007. Habib Ahmad Zein Alkaff, seorang tokoh ulama di Jawa Timur pula berkata, “Wahabi sama-sama Ahli Sunnah. Kalau Wahabi, kitab rujukannya sama, rukun Iman dan Islamnya sama.” Kesimpulan Jika dinilai dengan hati yang bersih dan minda yang jelas, isu perbezaan ini sebenarnya tidak mengeluarkan mana-mana pihak pun dari lingkaran Islam. Ia hanya berkisar tentang isu cabang. Jika itulah hakikat keadaannya, maka amat tidak berbaloi bagi umat Islam saling berbalah sehingga ada yang memberi gelaran tertentu yang negatif terhadap pihak lain dan ada pula sampai menjatuhkan hukum kafir atau bid’ah terhadap temannya sedangkan mereka solat bersama, puasa di bulan yang sama, pergi haji ke tempat yang sama dan banyak melakukan perkara-perkara lain bersama-sama. Mengapakah tidak mengambil jalan yang adil lagi berhikmah dalam mengendalikan isu agama dengan hubungan sesama insan? Umat Islam sering diingatkan dengan firman Allah taala, “Dan berpeganglah kamu semua pada tali Allah dan jangan berpecah belah..” Ali Imran 16. Seterusnya Nabi Muhammad juga pernah mengingatkan umatnya dengan sabdanya, “Telah menular dikalangan kamu penyakit umat terdahulu iaitu penyakit hasad dan benci sesama kamu, dan ia adalah pemotong. Aku tidak bermaksud memotong rambut tetapi memotong agama. Dan demi jiwaku di dalam genggamanNya, kamu semua tidak akan masuk syurga sehingga kamu beriman, dan kamu tidak akan beriman sehingga kamu berkasih sayang. Mahukah kamu aku tunjukkan cara mengukuhkan sifat itu dalam diri kamu? Sebarkanlah salam sesama kamu.” Riwayat Al-Tirmizi, Ahmad, Al-Baihaqi & Al-Bukhari di dalam Adab Al-Mufrad. Marilah sama-sama rapatkan perhubungan sesama insan sepertimana rapatnya saf di dalam solat berjemaah. Renggangnya saf di dalam solat akan menyebabkan syaitan mencelah, begitu jugalah boleh terjadi di luar solat, jika renggang hubungan maka mudahlah syaitan mencelah untuk menyuntik semangat permusuhan. Perbuatan melontar tuduhan terhadap saudara sesama Islam oleh golongan Salafi dan Asya`irah hendaklah dihentikan oleh kededua pihak dan kembali kepada tradisi ulama silam yang berbincang secara ilmiyah, lapang dada dan matang. Nota Hakcipta penerbitan artikel ini dimiliki oleh Pergas. Tidak dibenarkan mengulang cetak artikel ini di mana-mana wadah penerbitan lain dan dalam bentuk apa jua bentuk tanpa izin dari Pergas. Namun, keizinan diberikan untuk mengongsi artikel ini melalui alamat url yang asal. Segala pendapat yang yang dikemukakan oleh para penulis artikel adalah milik penulis dan tidak mewakili pendirian rasmi Pergas, kecuali jika dinyatakan sedemikian secara tersurat oleh Pergas. Rujukan Yusuf Al-Qaradhawi. Merungkai pertelingkahan isu akidah antara salaf dan khalaf. Batu Caves Selangor PTS Islamika Sdn. Bhd., 2014. Muhammad Ba Karim Muhammad Ba Abdullah. Wasatiyyah Ahl Al-Sunnah Bayn Al-Firaq. Riyadh Dar Al-Rayah, 1994. Hibat Allah bin Al-Hasan Al-Tabari Al-Lalakaa’i. Syarh Usul I`tiqad Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jama`ah. Iskandariyyah, Misr Maktabah Dar Al-Basirah, 2001. Abu Fida’ Ibn Kathir Al-Dimasyqi. Tabaqat Fuqaha’ Al-Syafi`iyyin. Misr Maktabah Al-Thaqafah Al-`Ilmiyah, 1993. Ilmiy Husain Muhammad Al-Misri. Taudhih Al-Tauhid. Maktabah Al-Jami`ah Al-Azhariah, 1972. Sayid Sabiq. Terj. M. Abdai Rathomy. Akidah Islam Pola Hidup Manusia Beriman. Singapura Pustaka Nasional, 1991. Ibn Al-Jauzi. Talbis Iblis. Bay Dar Al-Qalam, 1403H. Farid Mat Zain peny. Islam di Tanah Melayu Abad ke 19. Shah Alam Karisma Publications, 2007. PERBANDINGAN ISU SEMASA KEHIDUPAN MUSLIM MASYARAKAT ISLAM DAN IDEOLOGI AKIDAH FAHAMAN
Jd3Z0cg.
  • uma43t4y9n.pages.dev/35
  • uma43t4y9n.pages.dev/100
  • uma43t4y9n.pages.dev/217
  • uma43t4y9n.pages.dev/262
  • uma43t4y9n.pages.dev/97
  • uma43t4y9n.pages.dev/485
  • uma43t4y9n.pages.dev/314
  • uma43t4y9n.pages.dev/412
  • perbedaan salafi dan ahlussunnah wal jamaah